12/03/2010

Nirwana Saling Rindu

Buddies !
cikeen punyaa something great to share !
ini ada cerpen bikinan buddy ciken :)
Dia punya tugas buat bikin Cerpen (Cerita Pendek) ---> CULUN kalo ga tau
Dan ketika ciken baca, cerpeeeeeennyaaa unyuuuuu bangeeeeet >___<
pokoknya ciken suka bangeeet cerpennya hahaha
mana dia emang punya bakat penulis (Lah gue?)

iniii cerpeeen nyaaa :))
jangan di copas tanpa izin apalaagi mengatasnamakan yah >:(




Nirwana Saling Rindu

Langit itu biru. Daun itu hijau. Semua orang juga tahu, karena itu sudah tentu. Pernyataan yang tak bisa belok.
Begitu juga dengan kamu. Yang selalu tersenyum malu. Dan sama seperti filosofi langit-daun tadi, semua orang juga mungkin tahu cantikmu, apalagi kalau kamu tersenyum. Begitu manis, menggetarkan hatiku. Pernyataan tulus dari hatiku untuk kamu yang elok.
Seandainya ini masih jaman dulu, entah jaman kapan saat kata-kata gombal seperti : “Sayang, kalau aku jadi bulan, kamu jadi apa?” menjadi tren dalam dunia cinta-cintaan anak muda penuh gelora.
Dalam khayalanku, aku membayangkan seandainya aku punya kesempatan untuk bertanya kata-kata gombal itu padamu. Oh, bukan bertanya. Tetapi memberi pernyataan langsung. Akulah bulannya, dan kamu? Kamu terserah mau jadi apa. Tapi melihat elok wajahmu, pernyataan itu terbalik, kamu yang jadi bulannya. Karena kamu memang seperti layaknya bulan yang bersinar terang benderang di langit malam. Dan kamulah yang menentukan aku menjadi apa. Tapi… siapa aku?
Aku cuma si pemimpi. Berusaha berwibawa tapi tetap nihil, karena aku seorang pemimpi yang penuh dengan keraguan. Aku selalu berjalan meniti langkah hidupku dengan hati-hati, tanpa keyakinan yang pasti. Mereka bilang, kalau mau sukses, kita harus berani ambil resiko yang tinggi. Tebas semua penghalang yang ada. Aku kira kamu juga tau itu kan? Karena kamu begitu cerdas, membuatku kagum setengah mati.
Kalau kamu berada di radius yang dekat denganku, hatiku terasa bergetar. Bukan sekedar gombalan biasa, ini jujur dari hati. Kamu memiliki aura yang bisa membuat diriku hangat, walaupun saat itu sedang hujan lebat, lebat sekali dan udara menjadi dingin. Kemanapun kamu melangkah, aku juga ingin mengekor. Aku terbuai dalam derap langkah manismu yang seakan-akan langkah itu berjanji, kalau aku bisa ikut kemanapun kamu pergi.
Apapun yang aku lakukan, kamu selalu terbayang. Senyummu, gerak-gerikmu, caramu berbicara, caramu tertawa (yang membuat aku bahagia) dan semua tentangmu ada di benakku. Kamu bagai pusat nirwana yang khusus dibuat untukku di muka bumi ini.
Dari pertama kita bertemu, saat kita masih menjadi bocah dulu, kamu membuat kesan pertama yang membuat pandanganku padamu menjadi berbeda selamanya. Caramu dulu menolongku ketika aku terjatuh dari sepeda di taman bermain di kompleks saat kamu masih belum pindah dari rumahmu yang dulu, membuat hatiku dipenuhi kagum. Kamu berlari-lari kecil kearahku, dengan wajah panik dengan maksud kamu mau menolongku dengan rasa tulus. Lalu kamu mengulurkan tanganmu, membantuku bangkit berdiri. Membersihkan bajuku yang kotor terkena debu, lalu menatapku dan bertanya apakah aku baik-baik saja?
Aku terharu. Seperti Malinkundang yang membatu, aku malu. Bukan karena aku durhaka pada ibuku, tapi karena perhatianmu dan pertanyaan polos dan tulusmu itu.
Setelah kamu pindah, aku mengira kita tidak akan bertemu lagi. Tapi, ternyata takdir berkata lain. Kamu dan aku bersekolah di  SMA yang sama, tiga tahun belajar bersama, di kelas yang berbeda.
Waktu masa pengenalan sekolah dulu, kamu tersenyum, menyapaku dengan akrab. Menepuk punggungku dengan ramah lalu bertanya :
“Hey, dulu kamu tetangga sekompleks aku kan?”
Dan aku hanya menjawab dengan anggukan.
Setiap naik kelas, aku selalu berharap bisa sekelas denganmu. Menimba ilmu di ruang yang sama denganmu. Memandang cantiknya parasmu diam-diam, lalu bicara denganmu, sebentar saja.
Tapi nyatanya aku tidak pernah sekelas denganmu. Kalau bertemu, aku hanya bisa tersenyum malu. Dan seperti biasa kau akan membalas senyumku dengan senyum terindah di dunia.
Kita saling tersenyum, tanpa bicara. Lagi pula mau bicara tentang apa?

***

Sekarang sudah delapan tahun sejak kita lulus SMA. Aku sudah dewasa, dan kamu juga. Semenjak kita lulus SMA, tak pernah aku lihat parasmu dan senyummu lagi. Seandainya ketika SMA dulu aku berani mendekatimu, mungkin sekarang kau menjadi milikku, dan akan tumbuh tua bersamaku.
Tuhan memberiku waktu tiga tahun di SMA, kesempatan untuk mendekatimu. Tapi aku menyia-nyiakan kesempatan itu. Hey nirwanaku, sedang apa kau disana? Rindu aku padamu. Dan ijinkanlah aku memanggilmu nirwana.
Karena
Aku
Pria
Paling
Pengecut
Hanya
Bicara
Saja
Tidak
Berani
Lalu titik(.)



Kata orang-orang, kalau jodoh tidak akan kemana-mana. Mendengar itu, sebenernya sih aku pengen ketawa. Antara percaya dan tidak. Dipikir-pikir, aneh juga sih. Bayangkan, tanpa susah-susah bergerak kemana-mana, jodoh bakalan datang dengan sendirinya. Haha iya deh, kalau kamu cantik, lucu, imut dan manis kayak madu. Tinggal diam saja, lebah-lebah pada datang mengerumuni. Tergiur manisnya si madu. Aduh enak ya jadi madu? Tapi kalau dipikir-pikir, manis sih iya, tapi kalau lebah yang datang cuma buat merasakan manisnya saja terus kalau sudah selesai langsung pergi, apa bagusnya?
Ngomong-ngomong soal madu dan mengingat tentang kamu, aku juga ingin menjadi madu, tapi hanya untukmu. Dengan ijin Yang Maha Esa, tentunya. Supaya hubungan kita halal, dan kita menjadi keluarga kecil yang bahagia.
Bicara tentang kamu yang megah batinnya, rasanya tidak pantas bagi seorang seperti aku mengharapkanmu. Sekarang mari bicara dulu tentang aku.
Aku? Tidak ada yang spesial dariku. Dari segi fisik aku jauh dari kata cantik, walaupun mereka bilang cantik itu relatif tapi aku kurang bisa percaya itu. Setidaknya dalam standar cantik Indonesia, cantik itu identik dengan kulit putih mulus, badan langsing, muka manis, rambut lurus panjang hitam mengkilap, dan postur tubuh tinggi.
Sedangkan aku?
Kulit tidak pantas di sebut putih. Berbagai merk lotion pemutih sudah aku coba, tapi tidak memberikan hasil yang signifikan. Lalu aku menyerah, menerima dengan ikhlas dan lapang dada warna kulit pemberian Tuhan Yang Maha Esa ini.
Badan langsing, bolehlah. Tapi di tubuhku banyak lemak berkeliaran disana-sini dengan riangnya. Maka, aku tidak langsing.
Muka manis, aku tidak tau harus memulai dari mana mendeskripsikan muka manis untuk wajahku yang standar ini.
Rambut lurus panjang hitam? Hahaha, rambutku itu kain.
Postur tubuh tinggi? Yang ini benar, tapi bila aku dijejerkan dengan kurcaci.
Jadi, dari segi apa aku menariknya untukmu?
Supaya tidak terlihat terlalu tidak menarik (tidak cantik yang diperhalus). Aku perbanyak tersenyum.

***
Aku mengenalmu sejak aku tahu rumahmu yang bercat biru itu dekat dengan rumahku, yang artinya kita bertetangga. Tapi karena perbedaan gender, kita tidak pernah bermain bersama. Aku bermain boneka dengan teman-temanku, kamu berbalapan sepeda dengan teman-temanmu.
Tapi aku kagum padamu, karena kamu baik dan tidak pernah menggangguku. Memperlakukan aku dengan sopan, tidak seperti anak laki-laki lainnya yang suka menggangguku. Menarik kepangan rambutku, membuatku menangis, lalu pergi begitu saja tanpa meminta maaf sambil menjulurkan lidah.
Yang paling membuatku berkesan, apabila pohon jambu air di lapangan kompleks berbuah lebat dan anak-anak satu kompleks berebut memanjat untuk memetik buah (terutama anak laki-laki), dan kami anak-anak perempuan hanya bisa menonton, kamu datang kepadaku. Memberiku beberapa buah jambu air, lalu tersenyum, dan pergi lagi kembali bermain dengan teman-temanmu.
Mungkin kamu baik karena keluargamu yang sederhana itu telah membentuk pribadimu yang baik itu.
Setelah kumandan adzan Maghrib, sering kudengar suara lantunan Quran dari rumahmu itu. Dan aku pun menjadi kagum. Betapa taatnya kelurgamu akan ajaran agama.
Tapi, karena suatu hal, keluargaku harus pindah rumah. Itu berarti aku harus meninggalkanmu. Aku kira, setelah pindah rumah aku akan berpisah selamanya denganmu.
Dan takdir pun berkata lain. Kita satu SMA. Aku masih ingat bagaimana aku menyapamu di hari pertama masa pengenalan sekolah dulu. Sebenarnya aku malu, tapi aku pura-pura berani. Karena aku bertemu denganmu lagi. Aku sangat senang, bagaikan menemukan jarum di tumpukan jerami.
Setiap kenaikan kelas, aku selalu berharap nama kita berada di satu daftar nama yang sama. Dan dihari-hari selanjutnya, aku hanya bisa tersenyum bila bertemu denganmu. Ingin rasanya bicara denganmu, walaupun hanya satu kalimat saja.
Menjadi teman dengan orang berbudi baik sepertimu, yang selalu rajin ke mushola untuk menghadap sang Illahi.
Yang lebih banyak bekerja daripada bicara. Yang santun sederhana, tipikal pemuda harapan bangsa dan kebanggan ibunda. Yang apabila aku menjadi milikmu, kamu bisa menuntunku kearah yang benar.
Ah, andai aku menarik. Pasti kamu suka.

***
Sekarang sudah delapan tahun semenjak kita lulus SMA, dan aku tidak pernah melihatmu lagi. Apa kabarmu disana? Baikkah? Jadi apa kamu sekarang? Aku ingin tahu semuanya tentangmu.
Masih ingatkah kamu padaku? Ini sebenarnya yang paling ingin aku tahu.
Mereka bilang, kalau jodoh tidak akan kemana-mana.
Dan disinilah aku. Hanya bisa menunggu. Menunggu apa? Haha aku juga bingung sebenarnya. Mau berdoa pada Yang Maha Esa juga aku malu duluan. Aku tidak pantas untukmu, yang penuh wibawa dan berbudi pekerti.
Mengharapmu saja aku tidak pantas.
Jadi aku cuma bisa terus berharap dan berharap, dan merindukanmu.
Layaknya nirwana yang indah, begitu juga kamu. Indah tapi susah juga untuk digapai.
Maka ijinkanlah aku menjadikanmu nirwana, setidaknya dihatiku.
Dan Selesai.



 Written by Dessy Nur Amelia



Kalau mau, DOWNLOAD aje :)

0 comments:

Posting Komentar

Favorite Quote

What We Want Is Not Always What We Need.